Tuesday, March 31, 2009

Tangisan Tamu Allah itu, Korban Kebijakan Menteri

Tangisan Tamu Allah itu, Korban Kebijakan Menteri
Oleh M Jauharul Fuad*

"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang di bulan-bulan haram; katakanlah hai Muhammad, "peperangan di dalamnya adalah dosa besar. Dan menghalangi jalan Allah, berbuat kekufuran kepada-Nya, dan menghalangi orang dari Masjidil Haram, dan mengeluarkan penduduknya dari Masjidil Haram, adalah lebih besar dosanya di sisi Allah" (Al-Baqarah: 217)

"Sesungguhnya orang-orang kafir dan orang-orang yang menghalang-halangi jalan Allah, serta (melarang orang) ke Masjidil Haram, yang telah kami ciptakan bagi umat manusia (untuk mereka beribadah), baik yang tinggal di dalamnya maupun yang datang dari luar. Dan barang siapa yang menghendaki kejahatan dan kezaliman di dalamnya, akan kami berikan kepadanya siksa yang pedih." (Al-Hajj: 25)

BANYAK orang tidak bisa beribadah dengan khusyuk pada bulan Ramadan kali ini. Hari-hari yang mestinya dilalui dengan tenang, banyak beribadah dan memohon ampunan kepada Allah swt, tiba-tiba harus dilewati dengan penuh kegelisahan. Mereka adalah para calon jemaah haji khusus, yang sampai hari ini belum mendapatkan kepastian bisa berangkat atau tidak.

Ketidakpastian itu disebabkan karena mereka belum tertampung dalam kuota yang disediakan oleh Depag bagi jemaah haji khusus. Di antara mereka, banyak yang sudah mendaftar ke perusahaan-perusahaan penyelenggara jauh-jauh hari.

Sebagian bahkan sudah merencanakan pergi haji bertahun-tahun sebelumnya. Maka sebagaimana layaknya calon jemaah haji, mereka lalu mengadakan persiapan-persiapan. Selain mengikuti latihan manasik yang diselenggarakan oleh penyelenggara, mereka juga lebih intensif belajar agama. Yang belum lancar membaca Alquran mulai intensif belajar. Yang salatnya masih belum tertib, mulai berbenah. Tegasnya, para calon tamu Allah itu membulatkan tekad untuk menjadi muslim yang baik, sejak sebelum berangkat haji, pada saat pelaksanaan ibadah haji, dan terutama nanti sepulang haji.

Sangat disayangkan, bahwa niat baik sekitar 8.000 orang itu sekarang berujung pada ketidakpastian. Kekhusyukan dan penyerahan diri kepada Allah swt jadi sangat terganggu, dirongrong kegelisahan: jadi berangkat atau tidak. Bukan itu saja, bahkan para kerabat, sanak famili, dan rekan sekantor pun sering ikut bertanya-tanya. Apalagi mereka yang sudah mengadakan acara-acara perpisahan atau pelepasan, akan merasakan beban mental yang lebih berat kalau sampai gagal berangkat.

Para calon tamu Allah itu terancam gagal berangkat karena Menteri Agama hanya menyediakan kuota haji khusus sebanyak 12.000, padahal untuk tahun kemarin saja kuotanya sebesar 23.000. Meskipun Depag sering mengeluarkan pernyataan bahwa penyelenggara haji khusus banyak yang menelantarkan jemaah dan karena itu kuotanya perlu dikurangi, ternyata animo masyarakat tidak berkurang. Belakangan ini, berkali-kali Menag menyatakan bahwa kuota haji khusus dibatasi 12.000 karena Kementerian Haji Saudi menetapkan begitu.

Alasannya, karena kapasitas tenda di Mina yang dekat dengan jamarat hanya sebanyak itu. Argumen-argumen tersebut sebenarnya tidak lebih dari rekayasa Depag karena Depag tidak ingin monopolinya atas penyelenggaraan haji terusik. Seperti kita ketahui, saat ini tuntutan untuk revisi Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Haji, yang merupakan payung monopoli Depag, mulai bergulir. Kalau kuota untuk haji khusus, yang notabene dikelola oleh swasta, dibuka lebar-lebar dan harganya pun dibebaskan, maka hukum pasar akan bekerja baik. Para penyelenggara akan berkompetisi secara sehat, baik harga maupun kualitas layanan. Bisa dipastikan, para penyelenggara swasta akan mampu menjual dengan harga seperti haji reguler dengan pelayanan yang jauh lebih baik; atau memberikan pelayanan seperti haji reguler dengan harga jauh di bawah BPIH (biaya perjalanan ibadah haji) Depag. Inilah yang berusaha dicegah oleh Depag. Maka dengan berbagai alasan, kuota haji khusus dibatasi seminim mungkin. Harganya pun ditetapkan semahal mungkin, seperti yang tertuang di dalam Keppres No 45 Tahun 2003, bahwa biaya perjalanan ibadah haji khusus 2004 minimal US$4.500. Padahal, tahun sebelumnya hanya US$3.500, dengan keuntungan yang sebenarnya sudah memadai. Itulah akar permasalahan, yang merupakan kebijakan resmi Menag, yang melatarbelakangi keterbatasan kuota haji khusus, dan menyebabkan para calon jemaah haji khusus terancam berangkat.

Sangat disayangkan, kalau sebuah departemen yang di dalamnya banyak terdapat orang yang paham agama, justru menjadi penghalang bagi orang-orang yang ingin menjalankan agamanya dengan baik.

* Penulis adalah Sekretaris Eksekutif Maslahat Haji

No comments: