Ramadhan Tanpa Korupsi
Oleh Nurcholish Madjid
Ramadhan telah tiba. Bulan suci ini bisa menjadi momentum yang baik untuk merenungkan praktik korupsi yang membelit bangsa Indonesia. Mata dan nurani sebagian rakyat melihat praktik korupsi yang dulu sebagian besar dilakukan secara bisik-bisik, kini dipraktikkan telanjang.
Tudingan berbagai lembaga internasional tentang peringkat korupsi di republik kian memperkokoh kecurigaan mereka: kesejahteraan dan keadilan sosial untuk rakyat kalah oleh nafsu korupsi.
KORUPSI adalah kejahatan kemanusiaan yang biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki perangkat kekuasaan. Lebih jauh lagi, korupsi adalah kejahatan yang membangun sistem sehingga orang yang berinteraksi dengan sistem yang akan korup hampir pasti akan terkontaminasi.
Perkataan "korupsi" mengandung makna dasar "rusak total dalam karakter dan kualitas", dan kata sifat "korup" (Inggris, corrupt) menunjuk tindakan yang bercirikan tidak bermoral, curang, jahat, dan tidak jujur (immoral, perverse, venal, dishonest). Di sinilah berlaku dalil crime by the best is the worst; kejahatan yang dilakukan orang-orang terbaik adalah yang terburuk.
Bagaimana mempertautkan kehadiran Ramadhan dengan krisis akibat merajalelanya praktik korupsi di negara kita? Kita ingat, Tuhan menurunkan perintah berpuasa dengan satu tujuan utama agar manusia bertakwa. Manusia yang bertakwa selalu ingat dan yakin Tuhan selalu menyertainya dalam segala aspek kehidupan. Untuk itu, kita dianjurkan berdoa, mengucapkan bismillah (dengan nama Tuhan) ketika memulai suatu pekerjaan dan menutupnya dengan alhamdulillah (segala puji adalah milik Tuhan) ketika selesai mengerjakan pekerjaan itu, sebagai rekonfirmasi kesadaran bahwa Tuhan selalu menyertai kehidupan kita.
Takwa membuat seseorang sadar bahwa Tuhan menyaksikan saat ia menggelembungkan rencana anggaran, ketika seorang pejabat publik-misalnya-mengutip uang masyarakat yang seharusnya dilayani cuma-cuma atau kala "uang damai" ditransaksikan guna mengganti sidang pelanggaran lalu lintas.
Namun, apa lacur, praktik korupsi jalan terus. Harian ini misalnya, beberapa pekan lalu melaporkan di sebuah kabupaten di Jawa Barat ditengarai uang sekitar Rp 180 juta berputar untuk pembayaran ilegal kepada aparat, konsultan, dan memberi "amplop" tamu yang mengunjungi proyek bantuan sekolah. Ditemukan pula praktik penggelembungan dana dan tidak memadainya dokumen keuangan senilai Rp 290 juta. Cerita serupa terdengar dari sebuah kabupaten di Sumatera.
Para pengutil uang rakyat di proyek bantuan sekolah-dan koruptor lain yang tersebar di republik-sejatinya tidak menyadari, Tuhan menyaksikan perbuatan tercela mereka. Pada hubungan antara manusia dan Tuhannya inilah relevansi ibadah puasa menjadi penting dalam upaya menghentikan praktik korupsi.
PUASA Ramadhan mengajarkan kita untuk berserah diri pada Tuhan. Sehari-hari kita akan merasa gelisah atau lemas jika terlambat makan siang atau makan malam barang setengah jam saja. Tetapi di bulan puasa kita sengaja tidak makan dan minum selama sekitar 13 jam. Hal itu dilakukan karena kita percaya, kekuatan dan daya hidup itu datangnya dari Tuhan, bukan dari makan.
Inti pendidikan Ilahi melalui ibadah puasa ialah penanaman dan pengukuhan kesadaran yang sedalam-dalamnya akan kemahahadiran (omnipresence) Tuhan. Adalah kesadaran ini yang melandasi ketakwaan atau merupakan hakikat ketakwaan itu dan yang membimbing seseorang ke arah tingkah laku yang baik dan terpuji. Dengan begitu dapat diharapkan ia akan tampil sebagai seorang yang berbudi pekerti luhur.
Kesadaran akan hakikat Allah yang mahahadir itu dan konsekuensinya yang diharapkan dalam tingkah laku manusia ialah seperti tergambar dalam Al Quran Surat 58:7; "Tidak tahukah engkau bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di seluruh langit dan Bumi? Sama sekali tidak ada suatu bisikan dari tiga orang, tetapi Dia adalah Yang Keempat; dan tidak dari empat orang, melainkan Dia adalah Yang Kelima; dan tidak dari lima orang, melainkan Dia adalah Yang Keenam; dan tidak lebih sedikit daripada itu ataupun lebih banyak, melainkan Dia beserta mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan membeberkan apa yang telah mereka perbuat itu di hari kiamat. Sesungguhnya Allah mahatahu akan segala sesuatu."
Pernyataan itu amat relevan bila menengok kembali makna Islam. Islam berarti pasrah sepenuhnya kepada Allah. Sikap berserah diri kepada Tuhan itu meminta pengakuan tulus bahwa Tuhanlah satu-satunya sumber otoritas serba mutlak. Tuhan adalah Wujud Mutlak, menjadi sumber semua wujud lain sehingga wujud yang lain itu relatif. Dasar beragama, kalau begitu, adalah ketulusan.
Dalam pandangan itu maka kekuasaan, kekayaan, atau apa pun yang kita miliki bersifat sementara dan relatif. Menganggap kekuasaan yang sedang digenggam sekarang adalah sesuatu yang mutlak, yang memungkinkan yang bersangkutan melakukan apa saja, mencerminkan rendahnya kemampuan untuk bersyukur dan berserah diri kepada Allah.
JADI, tidak ada alasan bagi yang bertakwa melakukan korupsi karena ia sadar, Tuhan selalu hadir dalam kehidupannya. Orang bertakwa paham, kekuasaan yang digenggamnya kini harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan Tuhannya.
Komite Pemberantas Tindak Pidana Korupsi akan dibentuk. Kita tentu harus berprasangka baik (khusnudzon) atas rencana ini. Prasangka baik itulah yang akan menjadi motivasi jernih guna terus mengawal proses rekrutmen dan pembentukan komisi serta bersuara keras jika terjadi penyimpangan.
Jadikanlah Ramadhan kali ini sebagai awal dari langkah kita bersama untuk membangun Indonesia yang bersih dari korupsi.
Nurcholish Madjid Ketua Perkumpulan Membangun Kembali Indonesia (PMKI)
Tuesday, March 31, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment