Tuesday, March 31, 2009

Islam di Indonesia Berkat Jasa Orang China

Fakta Lain, Islam di Indonesia Berkat Jasa Orang China

SEBAGAI negara berpenduduk Islam terbesar di dunia, boleh dibilang perkembangan Islam di Tanah Air sejak abad XVII demikian pesatnya terjadi. Namun, jarang yang mengetahui sejauh mana proses Islamisasi itu terjadi.

Kehadiran Kerajaan Samudera Pasai di Sumatra, yang disusul Kerajaan Demak di Pulau Jawa menjadi cikal bakal proses perkembangan Islam sebagai paham sekaligus keyakinan di Tanah Air.

Tentang cikal bakal keberadaan Islam di Tanah Air ini, beragam argumentasi akademis dapat dijumpai. Namun, ada semacam kesepakatan bahwa Islam di Indonesia selama ini sebagai jasa dan andil besar dari para pedagang Islam yang berasal dari Gujarat, India, lewat jalur perniagaan.

Tapi siapa sangka, seiring dengan ditemukannya fakta-fakta baru yang mencoba menggugat doktrin sejarah Islam, maka fakta sejarah lama harus ditengok kembali. Benarkah keyakinan akan keberadaan sejarah Islam di Indonesia tidak akurat.

Sebagai contoh, hadirnya sebuah buku berjudul Arus Cina-Islam-Jawa karya Sumanto Al Qurtuby yang diluncurkan semalam di Jakarta, setidaknya menimbulkan pertanyaan, mana yang lebih sahih dari fakta sejarah tersebut.

Menurut Sumanto, fakta itu berdasarkan buku Ming Shi (Sejarah Dinasti Ming) dan kisah-kisah yang disusun saat pelayaran Cheng Ho, terutama risalah Ying-yai Sheng-lan yang ditulis Ma Huan sekitar tahun 1416.

Dari kedua sumber itu, disebutkan pada abad ke-15 telah menetap orang-orang China yang beragama Islam. Mereka mendiami pesisir utara Jawa Timur, terutama di Tuban, Gresik, dan Surabaya.

"Jadi, jauh lebih awal dibandingkan dengan pedagang dari India yang masuk pada abad ke-18," begitulah fakta baru yang dicoba dibeberkan Sumanto.

Dijelaskan pula bahwa penduduk China tersebut sebelumnya berasal dari Kanton, Zhangzhou (Chang-chou), Quanzhou (Chuan-chou), dan kawasan China Selatan lainnya. Bahkan dari sini diyakini hubungan kerajaan Jawa dengan kerajaan di China, baik dalam hubungan diplomatik maupun kontak dagang sudah berlangsung jauh sebelum Islam masuk ke nusantara (dalam buku sejarah lama).

Hubungan tersebut berlanjut mulai tahun 1368 M saat China dikuasai Dinasti Ming, sebuah rezim yang memberikan apresiasi cukup besar terhadap komunitas muslim di sana.

Eksistensi China Islam di Jawa itu sendiri pada abad pertengahan (khususnya abad 15/16) ternyata tidak hanya terdapat di Jawa Timur saja. Golongan muslim China ini pun bertempat tinggal hampir merata di sepanjang pesisir utara Jawa.

Kisah ini dikuatkan pula oleh pengelana Belanda yang bernama Loedewicks, yang mengunjungi Banten pada abad ke-16. Dalam dokumen VOC, eksistensi komunitas China Islam itu disebut geschoren Chineezen (orang-orang China cukuran).

Kesaksian atas eksistensi China Islam di Asia Tenggara pada abad ke-15-16 juga dikemukakan Ibnu Battuta, seorang pengembara asal Maghrib yang berkeliling dunia menelusuri daerah pesisir dari Arab sampai China dan Asia Tenggara.

Bahkan, ada beberapa teks lokal yang menyebut secara eksplisit keberadaan muslim China pada awal perkembangan agama Islam di Pulau Jawa. Teks lokal itu seperti yang ditunjukkan dalam (i)Babad Tanah Djawi, Serat Kandaning Ringgit Purwa, Carita (Sadjarah) Lasem, Babad Cirebon, Hikayat Hasanuddin,

dan lain-lain.

Yang lebih menarik lagi, eksistensi China Islam pada awal perkembangan Islam di Jawa tidak hanya seperti yang ditunjukkan oleh beberapa faktor di atas. Bukti peninggalan kepurbakalaan mengisyaratkan adanya pengaruh China yang cukup kuat. Ukiran padas di masjid kuno Mantingan, Jepara, menara masjid di Pecinaan, Banten, konstruksi makam Sunan Giri di Gresik, arsitektur Keraton Cirebon beserta Taman Sunyaragi. Juga konstruksi Masjid Demak, terutama soko tatal penyangga masjid beserta lambang kura-kura, konstruksi Masjid Sekayu, Semarang, dan masih banyak lagi.

Namun, pengaruh komunitas Islam China yang begitu besar di masa lalu ternyata tidak menimbulkan bekas yang cukup signifikan saat ini. Tenggelamnya muslim China, menurut Sumanto, lebih banyak berpangkal dari adanya faktor politik.

Pembantaian besar-besaran oleh Belanda yang menimpa sekitar 100 ribu warga China pada 1740 semakin mereduksi populasi ini. Inilah bukti baru masuknya pengaruh Islam di Indonesia yang patut direnungkan. Sehingga, saudara kita ini tidak termarginalisasikan jika berbicara tentang Islam di Indonesia.(CR-40/P-6)

No comments: