Tuesday, March 31, 2009

Kontroversi Syariat Islam dalam Negara Indonesia

Kontroversi Syariat Islam dalam Negara Indonesia

ISLAM adalah rahmat bagi seluruh alam dan hal itu akan terwujud ketika nilai-nilai kebaikan, keadilan yang terkandung dalam ajaran Islam diterapkan secara sempurna. Karenanya, penerapan Islam yang sempurna adalah dengan penerapan syariat Islam secara total.

Namun, beragam latar belakang, tingkat pemikiran, dan penafsiran telah membuat umat Islam, khususnya di Indonesia, berbeda pendapat tentang bentuk penerapan syariat Islam itu sendiri.

Dua pandangan itu adalah pertama, penerapan syariat Islam tidak perlu diformalkan melalui sebuah negara. Kedua, pihak yang berpandangan bahwa syariat Islam harus diterapkan dalam formalitas negara.

Dalam sebuah acara diskusi nasional umat Islam, yang diselenggarakan Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB (Institut Pertanian Bogor) baru-baru ini dicoba dibedah permasalahan pandangan umat itu. Diskusi yang bertema Penerapan syariat Islam: Kontroversi, implikasi, peluang, dan harapan ini menghadirkan narasumber, di antaranya Menteri Agama Said Agil Husin Al-Munawar, KH Salahudin Wahid (Ketua PBNU), Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Ma'ruf Amin, dan Dr Ing Fahmi Amhar (cendekiawan muslim, dosen PPS Universitas Paramadina) serta Ismail Yusanto dari Hizbut Tahrir Indonesia.

Dalam penjelasan pengantarnya, BKIM IPB menyebutkan bahwa formalisasi syariat Islam yang lebih dikenal dengan upaya penerapan syariat Islam sebenarnya telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah perpolitikan bangsa Indonesia.

Sejak Indonesia merdeka pada 1945, penerapan syariat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bukan hanya sebatas wacana, bahkan telah jauh menjadi sebuah cita-cita luhur bagi umat yang mendukung upaya tersebut. Meskipun ada di antara umat Islam bercabang pendapat bahwa penerapan syariat Islam tidak perlu diformalkan melalui sebuah negara. Di sisi lain ada pula umat yang berpandangan Islam harus diterapkan dalam formalitas negara, sebab mereka meyakini penerapan syariat Islam bukan hanya sebatas kewajiban saja.

Lebih jauh, Islam dianggap merupakan solusi bagi keterpurukan dan keterbelakangan bangsa Indonesia dari aspek moral, hukum, ekonomi dan politik. Sehingga dengan diformalisasikan syariat, akan memperlihatkan pada dunia, bagaimana Islam bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam yang mampu mengatasi problematika semua bidang kehidupan.

Penerapan syariat Islam yang diperjuangkan, tentunya merujuk kepada apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah Muhammad saw di Madinah, yang dilanjutkan oleh para Khulafaur rasyidin, dan khalifah-khalifah sesudahnya sampai pada keruntuhan kekhalifahan terakhir di Turki Utsmani pada 1924.

Disebutkan pula ada umat Islam yang berpandangan bahwa formalisasi syariat Islam tidak perlu dilakukan, dan mereka beranggapan bahwa hal tersebut malah akan memperkeruh kondisi yang ada.

Argumentasinya, karena upaya penerapan syariat Islam ditengarai akan mengganggu integritas bangsa Indonesia. Yaitu antara lain makin termarjinalkannya kaum minoritas dan perempuan, terlalu jauhnya intervensi negara dalam kehidupan pribadi, pengekangan terhadap hak asasi manusia (HAM), dan dampak lainnya.

Hal ini diperkuat dengan adanya fakta-fakta di beberapa negeri muslim yang memformalkan syariat Islam, justru berdampak kepada keterpurukan dan keterbelakangan di dalam negeri maupun luar negerinya.

Melihat kenyataan mengenai pandangan yang berbeda itulah, lewat diskusi nasional tersebut BKIM IPB berharap akan ada titik temu dari perbedaan yang ada. Setidaknya dalam diskusi itu, umat digugah untuk mampu berpikir jernih tentang apa itu syariat Islam dan pengaruhnya nanti di tengah-tengah pluralisme umat di Indonesia.

Bukankah ada sahih yang mengatakan bahwa perbedaan itu adalah suatu rahmat yang diberikan Allah kepada umatnya. Di sinilah sekiranya umat Islam dituntut untuk menggali kembali pemahaman syariahnya untuk kemudian secara sadar menerapkan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam bermasyarakat dan berbangsa.

Pelaksanaan prinsip-prinsip syariah itu mungkin bisa dimulai dari pribadi-pribadi umat dengan mengadakan introspeksi. Sudahkah umat Islam di Indonesia tawadu melaksanakan anjuran agamanya.

Jika dari pribadi ini saja sudah berjalan, maka Insya Allah kondisi negara yang sudah carut-marut ini akan pulih. Jadi bukan hanya slogan saja untuk mewujudkan mayarakat madani yang dicontohkan Rasulullah. Namun, sudah saatnya umat Islam menegakkan keyakinannya secara konsisten untuk mewujudkan negara Indonesia yang bermartabat. (Ant/Sto/R-3

No comments: