Wednesday, April 1, 2009

Postmodernisme

Masyarakat Transparan :
Harapan Dari Postmodernisme

Mengatasi krisis humanisme ini, Vattimo berusaha menunjukkan karakter interpretatif atas aspek humanisme dalam eksistensi. Untuk itu pertama-tama, Vattimo menyerang teknologi sebagai reduksi metafisika paling ekstrim atas rasionalitas manusia. Ia menunjukkan bahwa teknologi harus dikembalikan pada esensinya sebagai yang berasal dari metafisika dan reduksinya atas manusia. Bahwa teknologi tidak beresensi pada dirinya sendiri sebagai yang mampu menghasilkan kebenaran karena begitu menjerumuskan dunia untuk percaya pada realitas yang diciptakannya sebagai satu-satunya realitas yang nyata, yang memang tidak bisa dihindari lagi sebagai hasil yang pasti keluar dari sistemnya sendiri. Realitas teknologi kemudian akan diperlemah sebagai salah satu realitas yang dihasilkan dari manusia, di antara realitas eksistensi manusia lainnya. Dan inilah sisi interpretatif dari dekonstruksi. Dekonstruksi atas teknologi ini kemudian akan berimplikasi pada terbebaskannya humanisme dari reduksinya oleh metafisika. Dengan demikian akan tercapailah keberlakuan proses filsafat posmo yang disebut ontologi hermeneutika itu. Suatu filsafat yang mengacu pada metafisika tetapi yang sekaligus juga membebaskan dirinya dari kecenderungan reduktif metafisika tersebut.
IV. Transparansi Postmodernitas dan Pencapaiannya

Pemberlakuan ontologi hermeneutika akan membawa postmodernitas sampai pada transparansi diri (self-transparency)16 manusia. Pencapaian transparansi diri manusia bukanlah hanya pada rasionya, tetapi pada keseluruhan dirinya yang terejawantahkan dalam lingkungan tempat hidupnya, dalam interaksinya dengan manusia lain dan dengan situasi jaman yang terus berubah. Semuanya itu mengisyaratkan perlunya interpretasi atas pencapaian diri manusia dalam setiap kesempatan. Hanya dengan itulah transparansi diri manusia akan dapat dipahami secara benar.

Manusia akan mencapai transparansi dirinya bukan dalam kerangka sejarah yang unilinier. Paham sejarah unilinier ikut mengalami kehancuran bersama pemikiran metafisika Barat yang penuh dengan jaminan metafisis klaim kebenaran idealnya paham kemanusiaan Barat yang mengutamakan rasio. Paham sejarah yang memusatkan diri pada suatu pusat sebagai tolok ukur atas peristiwa-peristiwa kemajuan (progress) dan mengatasi (overcoming) tantangan sebelumnya dalam paham Barat ini terbukti hanya akan menimbulkan penindasan pada kultur-kultur lainnya karena dipandang tidak sesuai dan harus disesuaikan dengan paham kesejarahan Barat.17 Tidak terjaminnya emansipasi yang sama pada setiap manusia lewat paham sejarah Barat ini menimbulkan pemberontakan dari subkultur-subkultur yang berniat untuk menunjukkan identitasnya.

Ironinya bagi modernitas adalah bahwa pemberontakan itu justru terjadi karena teknologi yang dihasilkannya juga melahirkan masyarakat media komunikasi yang memungkinkan subkultur dari dalam maupun luar Eropa untuk tampil ke permukaan dan berbicara atas nama dirinya sendiri. Di sinilah inti argumen Vattimo. Pertama, lahirnya teknologi dan media massa menentukan lahirnya masyarakat postmodern. 18 Kedua, masyarakat postmodern ini justru lebih kompleks daripada masyarakat yang transparan, bahkan cenderung chaotic. Ketiga, namun justru dalam kekacauan itulah terletak harapan manusia akan emansipasi yang murni, yang akan menghantar sampai pada transparansi diri sepenuhnya. Penjelasan atas ketiga argumen tersebut akan diuraikan berikut ini.

Masyarakat media komunikasi lahir sebagai hasil pembentukan ilmu pengetahuan manusia. Tujuan pembentukan ilmu pengetahuan itu adalah untuk merasionalisasikan dunia dalam hubungan sebab akibat yang dapat diatur oleh manusia. Demikian misalnya usaha yang dilakukan oleh ilmu pengetahuan alam. Sementara ilmu pengetahuan sosial lebih menunjukkan karakter komunikatif dari eksistensi manusia modern yang akan mengembangkan teknologi lebih dari sekedar penguasaan alam dan menjadi sistem pemancaran informasi

No comments: