Masyarakat Transparan :
Harapan Dari Postmodernisme
Jika selama ini demitologisasi mitos diarahkan pada telos dalam paham sejarah unilinier, lalu telos itu sekarang ditiadakan, maka apa yang selanjutnya dapat dilakukan terhadap demitologisasi mitos (mitos modernitas)? Vattimo mengusulkan untuk memperlakukannya seperti yang dikatakan oleh Nietzsche, yaitu sebagai ekspresi nasib (destiny), sebagaimana halnya setiap kebudayaan dalam era modernitas mengalami proses sekularisasi 24. Artinya demitologisasi mitos yang dilakukan modernitas, yang dalam kacamata posmodernitas menjadi mitos, sekarang sebaiknya dipahami sama seperti nasib mitos ‘kuno’ yang sudah didemitologisasikan, disekularisasikan dalam modernitas. Jadi dalam postmodernitas, mitos modernitas tidak diperlakukan sama seperti cara modernitas memperlakukan mitos kuno. Melainkan diperlakukan secara baru dengan menginterpretasikannya sebagai sebuah jejak yang sudah terdistorsi dari kesalahannya dan menjadi titik tolak baru untuk maju lagi. Demikianlah dekonstruksi postmodernis terhadap mitos.
2. Esensi Seni Postmodernisme
Martin Heidegger Pandangan postmodernisme terhadap mitos yang sama nantinya berpengaruh pada apa yang kemudian ditampakkan dalam seni. Seni, dalam postmodernisme, dengan perubahan pandangan di atas, mempunyai esensi baru. Seni dalam esensinya yang baru itulah yang akan menunjukkan corak kebenaran postmodernis. Seiring dengan munculnya masyarakat media komunikasi, seni di masa modernitas akhir semakin tampil semata sebagai obyek konsumerisme dalam bentuk reproduksi teknis. Disinilah timbul permasalahan tentang kapan seni dapat menjadi diri sendiri dalam bentuk reproduksi teknis.25 Meminjam istilah dari Walter Benjamin, shock, Vattimo menggambarkan esensi baru seni dalam titik pelarutan modernitas ini adalah dengan melihatnya seperti penonton film yang harus selalu siap dengan gambar yang terus berkelanjutan di layar atau seperti pejalan kaki yang selalu harus waspada di lalu lintas kota yang padat 26. Vattimo juga meminjam istilah Heidegger, Stoss, yang menurutnya menjadi analogi untuk esensi baru seni dengan sifatnya yang sama seperti kecemasan seseorang akan kematiannya dalam kehidupan di dunia 27. Kedua istilah tersebut menunjukkan bahwa seni sekarang condong kepada perilaku yang disorientatif dan sekaligus juga konstitutif. Disorientatif berarti tidak tertuju pada suatu arahan tertentu. Sementara konstitutif berarti membangun sebuah dunia makna baru. Seni yang ber-disorientasi konstitutif berarti ia tidak diletakkan dalam suatu kerangka makna tertentu sebagai tujuan pembentukannya melainkan seni itu sendirilah yang membangun sendiri dunia maknanya.
Seni postmodern adalah seni yang sekaligus disorientatif dan konstitutif. Artinya ia membangun (Her-stellung/ the setting up) dunia makna yang selalu baru dalam karyanya yang mengemukakan (Auf-stellung/ the setting forth) bumi sebagai akar, sumbernya, yang penuh dengan hal-hal tidak jelas dan tidak bermakna. Keberakaran dalam ketidakjelasan itulah yang menimbulkan perbedaan antara seni modern dan postmodern. Seni postmodern tidak lagi berusaha membuat sistem rasionalisasi bumi. Itu pula yang menimbulkan kebaruan terus-menerus pada seni itu sendiri sehingga ia selalu terdisorientasi dan selalu mengadakan ‘osilasi’ 28 dari satu akarnya di bumi ke akar yang lain supaya bisa terus membangun dunia maknanya sendiri. Itulah esensi baru seni postmodernitas: disorientasi konstitutif dan osilasi. Dengan demikian seni postmo terletak bukan pada karyanya secara material tetapi pada pengalaman konflik terus-menerus antara ‘dunia makna’ dan ‘akar’-nya di bumi. Demikian pula esensi seni yang baru itu kemudian menampakkan Ada dan kebenaran postmodernitas (yang terlepas dari unsur-unsur metafisis) sebagai ‘perancangan-kedalam-karya kebenaran’ (setting-into-work of truth). 29 Istilah Heidegger ini menunjukkan bahwa seni dalam bentuk reproduksi teknis adalah peristiwa penampakan Ada dengan esensi baru yang sudah terdistorsikan dan diletakkan dalam dunia makna sebagai cermin dari keberakarannya pada bumi. Berikutnya...
Kembali ke atas [1]»[2]»[3]»[4]»[5]»
Wednesday, April 1, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment