Monday, March 30, 2009

Agama Harus Memelopori Gerakan Sosial

Masdar F Masudi:
Agama Harus Memelopori Gerakan Sosial

SELAMA ini gerakan keagamaan identik dengan urusan-urusan ritual yang bersifat privat dan ada kecenderungan untuk menganggap agama hanya semata mengurus persoalan rohani. Bahkan, beragam masalah dalam hidup dan kehidupan selalu dikaitkan dengan soal spiritualitas (agama).

Menurut Masdar Farid Mas?udi, jika benar agama hanya mengurusi soal rohani, hal ini akan bertentangan dengan prinsip kunci dari semua agama di Bumi ini, yakni keadilan.

Dalam Islam, keadilan menduduki posisi sangat penting dan terkait dengan hampir semua urusan duniawi. Bagaimana manusia menakar keadilan jika agama semata mengurusi rohani dan spiritualitas.

Zakat yang merupakan rukun Islam keempat, menurut Masdar, adalah wujud nyata dari pembelaan Islam terhadap prinsip keadilan. Zakat juga menawarkan pengelolaan uang negara sekaligus mengoreksi tradisi pengelolaan uang publik oleh kekuasaan yang hanya berpihak pada kepentingan elite.

Pada bulan Ramadhan ini setiap Muslim wajib membayar zakat sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri. Kewajiban itu lebih menegaskan lagi bagaimana zakat harus berfungsi dan difungsikan dalam realitas kehidupan nyata umat manusia. Tidak salah jika Nabi Muhammad SAW bersabda, "Pahala puasa seseorang masih mengawang-awang di angkasa sebelum dia membayar zakat."

"Saya percaya bahwa agama merupakan kekuatan pembebas yang luar biasa. Setiap agama memiliki spirit asal sebagai kekuatan pembebas untuk kemanusiaan. Itulah visi kemanusiaan agama yang sangat dalam yang tidak dapat ditaklukkan oleh kekuatan politik," kata dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara itu menjelaskan.

Masdar sadar betul bahwa agama akhir-akhir ini telah kehilangan sifat kemanusiaannya. Agama seperti tidak acuh terhadap masalah besar yang menggerogoti bangsa, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Agama seperti berhenti hanya pada tataran moral yang sulit diimplementasikan.

Upaya transformasi etika agama ke wilayah publik, kata Masdar, sangat mendesak karena agama telah kehilangan tanggung jawab untuk membebaskan kehidupan manusia. "Kesepakatan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dalam gerakan antikorupsi merupakan wujud kekuatan agama sebagai pengawal etika bangsa. Agama harus menanamkan bahwa korupsi adalah kejahatan yang menyengsarakan masyarakat luas," kata alumnus IAIN Sunan Kalijaga itu menambahkan.

Masdar tidak berhenti di situ. Dalam beberapa kesempatan bahtsul masa?il (pembahasan masalah agama) yang rutin dilakukan NU, dia mengkritisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) beberapa daerah.

Dari forum tersebut kemudian muncul pernyataan bahwa alokasi APBD harus diperbesar untuk pemberdayaan masyarakat, pengembangan ekonomi kerakyatan, pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat yang lemah dan miskin.

Masdar mengakui privatisasi agama telah muncul sejak zaman khulafaur rasyidin (empat khalifah pertama). Para ulama saat itu kecewa dengan konflik politik yang berkepanjangan pada periode kepemimpinan mereka. Para tokoh agama yang berhati bening, uzlah (menyepi), dan tidak mau ambil bagian dalam mengatasi persoalan kemasyarakatan. "Itu merupakan kecelakaan sejarah yang fatal," kata Masdar yang pernah mengikuti kunjungan studi ke lembaga dan organisasi keagamaan di Amerika Serikat pada tahun 1996.

Di Indonesia sendiri, kata Khatib Syuriah Pengurus Besar (PB) NU itu lagi, para tokoh agama tidak pernah melakukan gerakan sistematis untuk menentang praktik KKN. "Kalau untuk urusan sepenting ini, agama tidak bisa memberikan jalan keluar, rasanya agak sulit bagi agama untuk menegakkan wibawa ke depan," ucapnya.

Islam sebagai agama rahmatan lil aalamin, menurut Masdar, harus dapat meningkatkan kesejahteraan umat manusia. "Islam seharusnya menegakkan keadilan untuk semua orang, bukan hanya untuk umat Islam. Siapa pun yang lemah, apa pun agamanya, harus dibantu. Kita harus berpikir dalam bingkai negara kebangsaan dengan problem-problem kemanusiaan yang lintas batas," katanya.

Agama, menurut Masdar, harus aktif melakukan kritik etik terhadap sistem sosial politik mana pun yang tidak memihak kelompok lemah.

Kekuatan agama perlu mengambil inisiatif untuk melakukan ethical review, menguji semua aturan main dari perspektif etik.

"Agama harus menjadi pengawal etika sosial agar mampu menyelesaikan ketimpangan struktural di tengah masyarakat," katanya.

Agama sebagai pembawa seruan Tuhan untuk kebenaran dan keluhuran seharusnya berpijak pada kondisi obyektif kemanusiaan. Benar sabda Nabi Muhammad SAW, kemelaratan nyaris identik dengan kekufuran (kadal faqr an yakuuna kufra). Kefakiran adalah faktor dominan yang meredupkan cahaya keimanan orang-orang yang beriman.

Masdar mengambil contoh bagaimana lembaga zakat dalam Islam memberikan kemungkinan upaya pemberdayaan bagi masyarakat lemah dan miskin. Kehadiran zakat secara tidak langsung menegaskan bahwa uang publik adalah uang Allah (haq Allah). Ini bermakna uang tersebut harus digunakan di jalan Allah SWT dan penguasa hanya berkedudukan sebagai amil (penyalur).

Zakat juga memperkenalkan istilah tarif baku (miqdar), kekayaan yang jadi obyek pajak (maal zakawy), dan batas minimal terkena pajak (nisab) secara proporsional. "Tidak berhenti di situ, zakat juga mengatur bagaimana membelanjakan uang yang terkumpul. Bahwa uang itu pertama-tama harus dibelanjakan untuk kepentingan rakyat, terutama mereka yang lemah dan fakir miskin, apa pun agamanya," katanya.

Agama sebagai ajaran spiritual dan moral sesungguhnya melihat problem kemiskinan. Kalau hampir semua nabi memulai dakwahnya dengan upaya pemberdayaan masyarakat miskin, itu karena memang di situlah peran sentral agama diperlukan. Dan, tidak satu pun agama yang memberi penghargaan terhadap mereka yang serakah.

KKN, di mata Masdar, adalah bentuk keserakahan yang harus diperangi oleh semua agama. Para pelaku KKN bukanlah mereka yang lapar, tetapi mereka yang serakah. Keserakahan itu telah menyebabkan sebagian manusia lain harus menderita. "Di sini kita harus sepakat bahwa KKN adalah musuh utama bangsa," katanya.

Lewat Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Masdar melakukan gerakan kemanusiaan pada level bawah yang melibatkan agama lain. P3M juga memberikan advokasi kepada masyarakat, seperti membentuk lembaga perlindungan petani tembakau di Jember, nelayan di Munca

No comments: