Sunday, April 5, 2009

Global Crisis

Bursa Dunia Antisipasi Ekonomi AS
Jasso Winarto: Pengamat Pasar Modal; Direktur Eksekutif PT Sigma Research Institute Inc

PARA investor global saat ini tengah memfokuskan diri pada proses pemulihan ekonomi AS dan dampaknya bagi kinerja bursa dunia. Tahun ini bukan saja tahun pemulihan bagi ekonomi AS, melainkan juga tahun 'keberuntungan' bagi investor global. Meski dunia dilanda teror dan perang serta resesi, indeks Dow Jones mampu menanjak hingga 18,17% ketika Kamis lalu ditutup pada titik 9856,97. Para investor memiliki pijakan kuat untuk membeli saham-saham unggulan pada kurs yang lebih tinggi. Fundamental ekonomi AS berhasil menguat dalam enam bulan terakhir ini.

AS dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi sampai 7,2% di kuartal ketiga tahun ini di tengah ancaman defisit neraca anggaran dan neraca perdagangan yang membengkak menjadi faktor utama maraknya bursa saham di Wall Street. Pada kuartal pertama 2003 para investor masih pesimistis, meski Alan Greenspan bos The Fed- mempertahankan suku bunga pada tingkat 1% atau terendah sejak 45 tahun terakhir. Dow Jones masih merosot 349,5 poin atau 4,2% pada periode itu. Tetapi begitu Bush menyerbu Irak, indeks Dow Jones justru membaik, sehingga sampai kuartal kedua harga saham industri utama di Wall Street mampu naik 12,43%. Kenaikan tadi terus berjalan hingga kuartal ketiga dan awal kuartal keempat.

Pertumbuhan Wall Steet kuartalan tadi mengindikasikan, sebagian besar pelaku pasar merasa optimis recovery ekonomi AS telah terjadi. Seperti diketahui, GDP atau produk domestik kotor AS mengalami lonjakan 7,2% pada kuartal ketiga tahun ini. Ini adalah pertumbuhan terkuat selama 19 tahun terakhir. Konsensus pasar menunjuk pada angka 6,1% untuk pertumbuhan GDP kuartal ketiga.

Menurut Gina Martin, pengamat ekonomi dari Wachovia, ada indikasi bahwa konsumen AS mengurangi pengeluaran. Mereka memangkas pengeluaran sebesar 0,3% di September saat pendapatan konsumen merosot 1,0% meski sudah dipotong pajak. Pengeluaran konsumen berarti penting bagi AS karena mencakup 2/3 aktivitas ekonomi AS. Saat pemotongan pajak berkurang perannya sebagai penggerak ekonomi, lapangan kerja akan menjadi faktor penting bagi outlook ekonomi. Akan sangat sulit melihat pertumbuhan pendapatan personal tanpa ada kenaikan lapangan kerja. Oleh sebab itu, adanya pemangkasan pajak membantu menggerakkan ekonomi AS di kuartal ketiga, tetapi kini waktunya bagi pertumbuhan lapangan kerja untuk mengambil alih tanggung jawabnya.

Data lain memang membuktikan bahwa sektor bisnis AS telah mempekerjakan tambahan 57.000 tenaga kerja pada September, mengakhiri gelombang PHK yang berlangsung 7 bulan sebelumnya. Namun, jumlah PHK sejak 2001 masih 2,7 juta dan tingkat pengangguran bertahan di 6,1%. Untuk itu, AS memerlukan pertumbuhan lapangan kerja lebih besar agar upah meningkat lebih cepat sehingga para konsumen tidak harus bergantung pada refinancing dan pajak.

Asia diserbu

Keyakinan bahwa membaiknya ekonomi AS akan menarik Asia dari krisis membuat investor global menyerbu bursa Asia, sehingga bursa di Asia pun ikut membubung. Data ekonomi terbaru menunjukkan, perbaikan ekonomi AS akan segera diikuti Jepang yang juga mengalami pertumbuhan 2,5% dan Eropa 2,0% dalam beberapa kuartal mendatang. Sementara ekonomi Hong Kong pertumbuhannya hanya 2,4% tahun ini dan 3,5% tahun depan, Taiwan 2,0% (2003) dan 3,4% (2004), sedangkan Korsel 3,0% (2003) dan 4,0% (2004). Thailand akan mengalami pertumbuhan ekonomi tercepat di Asia Tenggara dengan PDB diperkirakan naik 6,0% tahun ini dan juga tahun depan. Malaysia dengan 4,3% pada 2003 dan 4,8% untuk 2004. Untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan pada tingkat 4,0% tahun ini dan 4,5% tahun depan, sedangkan Filipina tahun ini 3,5% dan tahun depan 4,2%. Singapura diperkirakan mencatat pertumbuhan PDB 1,0% tahun ini dan 4,3% pada 2004.

Optimisme pasar akan bangkitnya ekonomi dunia membawa animo kuat bagi investor untuk kembali menanamkan investasinya di beberapa bursa kawasan, sehingga dalam transaksi sepanjang 2003 ini sebagian besar kinerja bursa Asia-Pasifik mengalami kenaikan. Seperti bursa Thailand, misalnya, yang naik 87,3% menjadi 667,54, diikuti Indonesia melonjak 48,9% menjadi 632,811, Singapura 41,5% menjadi 1763,13. Bursa di Tokyo tahun ini sudah naik 23% menjadi 10552,3 dan Hong Kong melonjak 30,4% menjadi 12150,09.

Catatan akhir

Secara umum pasar masih optimis akan pemulihan ekonomi AS yang kian membaik dengan pertumbuhan kuat di kuartal III. Namun diperlukan peningkatan lapangan kerja yang signifikan untuk mempertahankan keberlanjutan pemulihan ekonomi AS selanjutnya.

Menkeu AS, John Snow sendiri mengakui bahwa mayoritas kekuatan ekonomi AS yang terbentuk di kuartal ketiga sepertinya akan berlanjut. Dengan kata lain, pertumbuhan bukanlah kesan sesaat, melainkan ada kekuatan riil di balik tren pertumbuhan. Kendati ada indikasi awal perbaikan lapangan kerja, pasar tenaga kerja tampak membutuhkan waktu lebih lama untuk merespons peningkatan aktivitas ekonomi.

Dengan harapan perekonomian AS dan Asia kian membaik tentunya akan kembali membawa dorongan positif bagi kinerja bursa dunia, termasuk indeks bursa saham Jakarta. Untuk indeks bursa saham Jakarta, kami perkirakan masih akan melanjutkan reli hingga akhir tahun ini. Adanya IPO saham BRI pada 10 November nanti dan Perusahaan Gas Negara (PGN) pada Desember nanti diharapkan ada dana asing masuk dari bursa yang sudah relatif tinggi tersebut ke Bursa Efek Jakarta.

Selain itu, penurunan tingkat suku bunga SBI satu bulan 2 basis poin kemarin menjadi 8,46% juga berpeluang akan memberikan sentimen positif kepada transaksi di bursa pekan depan. Apalagi, kurs rupiah terhadap dolar AS masih relatif stabil dengan kecenderungan menguat di kisaran Rp8.450-8.500 per dolar AS. Di samping itu, bagi perusahaan yang membukukan kinerja keuangan kuartal III cukup bagus, sahamnya pun akan menjadi buruan pelaku bursa.***

No comments: